Suamiku tertidur di sebelahku, aku
mengamati dan memandangnya… Ya Allah aku telah banyak menyakitinya,
menghianatinya tanpa pernah dia tahu… Ya Allah betapa aku merasa diriku
hina sekali dihadapannya. Aku tidak pantas memperlakukannya seperti ini…
Pembaca.. kisahku ini dimulai ketika aku
diterima menjadi seorang karyawati di sebuah perusahaan swasta di
sebuah kota di Kalimantan. Belum lama aku bekerja di perusahaan tersebut
tepatnya baru 5 bulan, bosku memperkenalkan aku dengan sahabatnya.
Sahabat bosku ganteng, kaya, dewasa,
pekerjaannya pun mapan, jika dibandingkan dengan pacarku atau lebih
tepatnya bisa dibilang suamiku karena kita diam-diam sudah menikah
sirih, tetapi perusahaan tidak pernah tahu kalau aku sudah menikah
karena masa dinas yang tidak memperbolehkan karyawan menikah sebelum
satu tahun bekerja. Suamiku hanya seorang admin di sebuah perusahaan
asuransi dan masih menyelesaikan kuliahnya, jika dibandingkan dengan
sahabat bosku yang sudah mapan, kaya, dan ganteng itu sungguh sangat
jauh berbeda.
Awalnya aku menolak menerima cinta
sahabat bosku tersebut, dengan menangis-nangis dia memohon agar aku mau
menerima cintanya. Tapi memang awalnya aku belum tertarik padanya, aku
merasa tahu diri bahwa aku sudah bersuami dan aku sangat mencintai
suamiku itu, dengan membayangkan masa-masa dulu bahagia dengan cinta
yang kami bina.
Tetapi dengan penuh cinta, sahabat bosku
tersebut berusaha terus mendekatiku. Dia menelpon, sms, menghubungiku
melalui Facebook, dan dengan cara-cara lainnya. Meskipun dia jauh di
Jakarta, tetapi tidak memupuskan semangatnya untuk mengejarku. Tanpa
disadari aku mulai kehilangan dia ketika dia sehari saja tak
menghubungiku, aku merindukannya ketika sejam saja dia terlambat
menanyakan aku apa sudah makan siang atau belum, aku merasa nyaman
dengan kedewasaanya, kasih sayangnya, dan semua perlakuannya kepadaku.
Pada suatu hari kami bersepakat untuk
bertemu, dia bela-belain ke Kalimantan hanya untuk menemuiku. Dia
utarakan niatnya untuk memperistriku tapi karena aku juga mulai
mencintainya akupun berniat memilihnya untuk menjadi suamiku yang
sebenarnya. Aku berniat untuk meminta cerai talak kepada suamiku yang
sekarang. Tapi karena aku tahu bahwa aku sudah tidak perawan karena aku
sudah menikah sirih dengan suamiku yang sekarang. Kuceritakan kondisi
diriku yang sebenarnya kepada sahabat bosku tersebut.
Dia menangis seolah tidak terima bahwa
seseorang yang sangat dicintainya dan dipilih untuk menjadi istrinya
tidak sesuai dengan kriteria dirinya dan keluarganya. Dia bilang kalau
dia pribadi bisa menerima aku apa adanya karena dia sangat mencintaiku,
tapi untuk memperkenalkan aku kepada keluarganya dia bilang belum bisa
dan belum sanggup melakukannya.
Dia tak tahu apakah keluarganya mau
menerimaku atau tidak jika calon menantunya adalah seorang janda. Karena
di dalam keluarganya harga diri, nama baik, status sosial, bibit,
bebet, dan bobot adalah sangat menjadi pertimbangan.
Aku sangat kecewa dengannya, aku
berusaha melupakannya setelah pertemuan itu, tetapi tidak kusangka dia
tetap menelponku meski dia tahu bahwa aku tidak seperti yang dia mau.
Dia tetap berusaha menjaga hubungan cinta kami. Lama kelamaan aku
menyadari bahwa dia memang benar-benar mencintaiku. Aku tidak pernah
merasakan cinta seperti dia mencintaiku, mengagumiku. Aku merasa menjadi
wanita yang paling cantik dan sempurna di dunia karena dicintai
seseorang pria dewasa seperti dia.
Akhirnya kita tetap berhubungan, tak
ayal berhubungan badanpun sudah menjadi suatu kebutuhan dan sebuah
ungkapan untuk kami melepas rindu. Meski jarak memisahkan kami tetapi
tidak memupuskan semangat kami untuk memadu cinta. Sebulan sekali kami
pasti bertemu, entah dia yang ke Kalimantan atau aku yang ke Jakarta
hanya untuk menemuinya. Meski aku harus berbohong kepada keluarga
besarku dan suamiku soal seringnya aku harus keluar kota. Aku selalu
membuat alasan kalau aku mendapat tugas dinas keluar kota dari kantor.
Dengan penuh kesabaran suamiku selalu mengantarkan aku ke bandara jika
aku mau ke jakarta dan menjeputku lagi di bandara saat aku kembali ke
Kalimantan.
Hari demi hari, bulan demi bulan pun
berlalu, kami terus memadu kasih melalui dunia maya, handpone dan
sebagainya. Suatu hari keluargaku berniat menikahkan aku secara resmi
dengan suamiku, aku bingung harus berbuat apa. Sedangkan aku sudah tidak
mencintainya lagi, semua sudah pudar seiring berjalannya waktu. Tetapi
aku pun tidak pernah mendapat kepastian dari sahabat bosku itu tentang
hubungan kami.
Hubunganku dengan sahabat bosku yang
tidak tahu kemana akan dibawa membuatku berpikir dua kali. Sampai kapan
aku terus mengharapkannya, sedangkan dia seolah lebih mencintai
keluarganya dibanding aku. Meskipun dia rela melakukan apa saja untukku
tapi tidak untuk menentang keluarganya demi aku.
Akhirnya aku memutuskan untuk menjalani
pernikahan resmiku bersama suamiku. Meski cintaku kepadanya sudah tidak
seperti dahulu lagi tapi aku tidak ada pilihan lain. Daripada aku
menunggu selikuhanku yang tidak pernah ada kepastian. Dan akhirnya aku
pun menikah resmi.
Sahabat bosku itu terus menelponku dan
menangis, dia merasa dia juga tidak bisa berbuat apa-apa atas
kehidupannya bersamaku. Tapi entah mengapa aku merasa nyaman, tenang,
dan bahagia atas pernikahan resmiku bersama suamiku. Meski cintaku tidak
lagi sepenuhnya seperti dahulu.
Hari demi hari aku lalui dengan berusaha
menjadi ibu rumah tangga yang baik di depan suamiku meski aku tidak
setia kepadanya. Hubunganku dengan selingkuhanku pun terus berlanjut,
tak berbeda dengan sebelum aku menikah kami tetap saling mengunjungi
entah aku ke Jakarta atau dia yang ke kalimantan. Dia tetap mencintaiku
seperti dulu, tidak berubah. Dia tetap mengagumiku, memujaku seperti
dulu, bahkan kami sempat untuk berencana memiliki anak. Kami terus
berusaha untuk bisa segera punya anak, sama seperti suamiku yang ingin
segera memiliki anak dari pernikahan kami.
Satu bulan, dua bulan, akhirnya bulan
keempat pun tiba. Aku merasa tidak mendapatkan haid di bulan itu.
Seminggu setelahnya aku periksa kedokter ternyata hasilnya positif, iya
aku hamil. Meski aku belum tahu anak siapa yang aku kandung tapi berita
ini membuat kedua laki-laki yang sama-sama mencintaiku itu sangat
bahagia.
Tapi entah kenapa aku tidak yakin kalau
ini anak selingkuhanku, karena dilihat dari frekuwensi kami bertemu
hanya sebulan sekali, meski setiap kali kami bertemu kami pasti
berhubungan badan. Pernah suatu hari selingkuhanku menanyakan kepastian
siapa bapak dari anak yang aku kandung, tapi aku meyakinkan dia bahwa
untuk tidak terlalu berharap karena menurutku labih baik dia kecewa
sekarang daripada nanti setelah aku melahirkan, dia lebih kecewa lagi
ketika dia tahu bahwa si kecil ngga mirip dia.
Hari ke hari, bulan ke bulan, sampe
akhirnya tiba waktu aku melahirkan. Suamiku yang setia menungguiku dari
awal aku merasa kesakitan sampai saatnya aku bertaruh nyawa melahirkan
anakku, anakku yang aku belum tahu siapa bapaknya. Dari pagi sampai pagi
lagi suamiku dengan sabar mendampingiku, memberiku support dan
semangat. Sampai dia tertidur di sebelahku, aku mengamatinya dan
memandangnya ya Allah aku telah banyak menyakitinya, menghianatinya
tanpa pernah dia tahu. Seandainya dia tahu perbuatanku yang sangat bejat
ini mungkin dia tidak akan pernah mau melihat mukaku lagi dan mungkin
aku akan kehilangan laki-laki yang sangat setia dan baik ini.
Rasa ibaku muncul, tiba-tiba aku ingat
masa-masa dulu aku bersamanya merajut cinta. Susah senang kami jalani
bersama tanpa mengeluh. Cintaku kembali bersemi untuk suamiku, rasa iba
itu membawaku kembali mencintainya, menyayanginya, ya Allah betapa aku
merasa diriku hina sekali dihadapannya. Aku tidak pantas
memperlakukannya seperti itu. Ternyata aku sadari bahwa masih ada
setitik rasa cinta untuk suamiku.
Akhirnya aku pun melahirkan buah hatiku,
yang banyak orang menantinya. Dia cantik, putih bersih, mungil.
Wajahnya mirip sekali denganku, tetapi bentuk tubuhnya mirip sekali
dengan ayahnya, ya! Ayahnya yang tegap, tinggi besar, dan bertulang
besar, dia adalah suamiku. Suamiku yang sah yang akupun mulai
mencintainya lagi, menyayanginya. Ternyata bapak dari anakku adalah
suamiku yang sah, entah kenapa pula aku sangat bahagia mengetahui bahwa
ayah kandung dari anakku adalah suamiku sendiri, suami yang sah, yang
aku khianati sejak lama.
Akupun menelpon selingkuhanku untuk
memberi tahu kabar baik ini kepadanya, meski belum tentu ini adalah
kabar menggembirakan buat dia. Setelah kuberi tahu, dia seolah sudah
siap atas segala kemungkinan yang akan terjadi, kemungkinan bahwa si
mungil cantikku itu bukanlah keturunanya. Kami sempat berkomunikasi
melalui video call di rumah sakit, dan akupun menunjukkan si kecil
padanya.
Dia tetap bahagia meski dia tahu bahwa
anakku bukan darah dagingnya. dia selalu menanyakan kabar anakku setiap
dia menelponku. Dia juga ikut cemas jika si kecil sakit. Bahkan dia
mengirimkan kado istimewa untuk si kecil. Aku tidak pernah tahu terbuat
dari apakah cintanya buatku. Seperti apapun kondisiku dia tetap
mencintaiku dan memujaku.
Tapi aku kini telah sadar, aku mulai
mencintai suamiku lagi, mulai menyayanginya lagi. Dan aku pun mulai
jarang menghubungi selingkuhanku. Tapi meski begitu dia tidak pernah
putus asa untuk selalu menjalin hubungan baik denganku. Baginya meskipun
dia tidak bisa memilikiku paling tidak dia tetap bisa berteman
denganku, tahu kabarku. Bahkan dia mengirimkan uang untuk kado si kecil.
Membelikan boneka saat dia ke kotaku di kalimantan. Aku sangat
menghargai cintanya buatku, tapi aku sadar bahwa aku sudah bersuami dan
bahkan sekarang ada si kecil yang selalu membuatku sadar akan kodratku
dan statusku.
Aku menyanyangimu Suamiku.. meski di
hatiku sudah terbagi dengan yang lain meski secuil. Maafkan aku, tapi
aku berjanji aku tidak akan meninggalkan kalian suamiku dan anakku,
kalian tetap nomor satu bagiku. Aku mencintai kalian, kalian adalah
semangat hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar